Jumat, 23 Mei 2008

HIRSCHSPRUNG DISEASE (HD)

Sejarah


Penyakit ini ditemukan oleh herald hirschsprung ditahun 1886 dan diberi nama "Megacolon Congenital" namun belum bisa beliau jelaskan secara patofisiologi terjadinya. Kemudian oleh Robertson ditahun 1938 menyatakan bahwa penyakit megacolon congenital yang dimaksud oleh hirchsprung diakibatkan oleh gangguan peristaltik usus dimana terjadi defisiensi ganglion.

Definisi


HD adalah suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan tidak adanya sel ganglion parasimpatik pleksus auerbach dan meissner pada kolon distal mulai dari spinkter ani kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan memberikan gejala klinis akibat gangguan pasase kolon fungsional.

Epidemiologi


HD ini terjadi 1 dari tiap 5000 kelahiran dan lebih banyak mengena kepada laki - laki dari pada perempuan dengan perbandingan 4 : 1.

Anatomi dan Fisiologi





Vaskularisasi rektum dan anus :
Rektum mendapat vaskularisasi dari 3 pembuluh darah, yaitu arteri hemoroidalis superior yang memperdarahi rektum bagian superior, arteri hemoroidalis media yang memperdarahi rektum bagian media dan arteri hemoroidalis inferior yang memperdarahi rektum bagian inferior dan juga anus. Pada wanita arteri hemoroidalis media digantikan dengan arteri uterina.

Arteri hemoroidalis superior dan media berasal dari arteri mesenterika inferior sedangkan arteri hemoroidalis inferior berasal dari arteri pudendalis yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna.





Persarafan rektum dan anus :

Rektum dan anus dipersarafi oleh sistem saraf somatik dan otonom. Sistem saraf somatik dijalankan oleh nervus pudendalis yang mengatur fungsi pada spinkter ani eksternus untuk relaksasi maupun konstriksi spinkter ani eksternus secara sadar sehingga fungsi inilah yang dimanfaatkan oleh manusia untuk menunda defekasi saat ada rangsangan untuk segera mengeluarkan feses yang penuh pada rektum. Sistem saraf otonom terbagi atas sistem saraf ekstrinsik dan intrinsik Sistem saraf ekstrinsik dijalankan oleh sistem saraf simpatis (dijalankan oleh nervus hipogastrik dari persarafan spinal T12 sampai L2) yang berfungsi untuk konstraksi otot spinkter ani internus dan sistem saraf parasimpatis (dijalankan oleh nervus splanknikus dari persafaran spinal S2 sampai S4) berfungsi sebagai relaksasi spinkter ani internus dan kontraksi otot longitudinalis dan sirkuler rektum dan usus. Sistem saraf intrinsik dilakukan oleh saraf “auerbach” yang terletak diantara otot sirkuler dan longitudinal usus, kemudian saraf “meissner” yang terletak pada submukosa usus.


Patofisiologi


Tidak adanya ganglion pleksus auerbach dan meissner menyebabkan spame terus menerus otot usus dan spinkter ani berkontraksi terus menerus karena tidak mendapat rangsangan perintah terhadap hasrat untuk defekasi karena rektum tidak terisi feses sehingga terjadi Penyempitan kolon distal dan kesulitan relaksasi spinkter ani dan menyebabkan gangguan pasase usus yang memberikan gejala Konstipasi lalu Obstipasi sehingga muncul Gejala Klinis dan komplikasi.

DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit ini didasarkan dari alloanamnesis dan atau autoanamnesis pada anak yang lebih besar, pemeriksaan fisik yang dilakukan dan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.

Anamnesis

Gejala yang ditimbulkan dari penyakit ini didasarkan pada usia pasien karena meskipun penyakit ini bergejala beberapa hari setelah lahir namun banyak juga yang dapat bertahan sampai beberapa tahun.


Neonatus :


1. Mekonium terlambat keluar > 24 jam.

2. Distensi abdomen.

3. Konstipasi dengan gejala muntah yang awalnya berisi ASI kemudian berwarna hijau (karena bercampur dengan empedu) kemudian bercampur feses.

Anak yang lebih besar :

1. Susah buang air besar atau tidak teratur.

2. Distensi abdomen

3. Gangguan gizi : anak kurus dan berat badan turun, anemis (akibat defisiensi Fe atau perdarahan mikro pada mukosa usus yang terjadi akibat usus yang overdistensi) , edema (akibat malnutrisi khususnya protein)

Selain gejala diatas, pasien biasanya datang terlambat dengan berbagai komplikasi yang muncul.

Komplikasi Gastrointestinal seperti enterokolitis dengan gejala diare, demam, distensi abdomen, muntah, dan feses berbau busuk. Jika komplikasi ini terus dibiarkan maka dapat menyebabkan perforasi sehingga terjadi peritonitis yang bisa menjadi sepsis yang kemudian kegagalan multiorgan dan akhirnya kematian.

Komplikasi respiratorius seperti gagal nafas yang dilihat dari gejala sianosis dan sesak nafas akibat distensi abdomen yang menekan diafragma sehingga pengembangan paru paru terganggu.

Komplikasi kardiovaskuler seperti takikardi è bradikardi è aritmia, akibat penekanan jantung dan pembuluh darah oleh distensi abdomen.

Pemeriksaan Fisis

- Inspeksi :

Perut kembung (Jarak prosessus xiphoideus ke umbilikis > Umbilikus ke tulang pubis)

Gerakan peristaltik usus dapat terlihat pada dinding abdomen.

- Palpasi :

Perut teraba lunak sampai tegang

- Perkusi :

Tympanistik akibat penumpukan gas oleh fermentasi bakteri yang berlebihan didalam usus, retensi gas akibat sumbatan didaerah distal, dan pertukaran gas yang berkurang akibat overdistensi usus.

- Auskultasi :

Pada awal distensi terdengar hiperperistaltik namun jika sudah overdistensi maka kolon tidak dapat lagi melakukan fungsi peristaltik sehingga pada auskultasi terdengar lemah bahkan tidak ada sama sekali.

DRE (Digital rectal examination) / Rectal touche

- Spinkter mencekik

- Ampulla kosong dan menyempit pada ujung jari didapatkan kolon yang melebar.

- Saat jari ditarik keluar feses keluar menyemprot.

- Keadaan feses : konsistensi semi liquid seperti pasta dan berbau busuk.

Pemeriksaan Penunjang

- Foto BNO (Foto polos abdomen)

Didapatkan dilatasi kolon (inverted U) dan jika terjadi perforasi dapat terlihat udara bebas dibawah diafragma.

- Foto Barium enema / in loop

Didapatkan 3 tanda khas :

1. Daerah yang menyempit atau aganglionosis

2. Daerah transisi yang berbentuk corong

3. Daerah melebar diproksimal kolon.

Jika ketiga tanda khas diatas belum ditemukan maka dapat dilakukan foto retensi barium dimana barium yang telah dimasukkan dibiarkan berbaur dengan feses terlebih dulu selama 24 jam kemudian difoto. Jika daerah menyempit (aganglionosis) terjadi pada seluruh kolon maka tidak didapatkan daerah transisional yang berbentuk corong.

4 manfaat barium enema pada HD :

1. Menegakkan diagnosis

2. Menentukan panjang segmen yang menyempit.

3. Menentukan tempat yang akan dilakukan biopsi

4. Menentukan lokasi pembedahan definitif.


- Histopatologi

Untuk memastikan bagian kolon yang aganglionosis dapat dilakukan biopsi. Letak dan cara pengambilan sampel tergantung dari gambaran barium enemanya.

Jika aganglionosisnya pada seluruh kolon maka biopsi dilakukan dengan eksisi seluruh kolon dan dilakukan pemeriksaan PA.

Jika aganglionosisnya pada kolon yang distal saja, maka cukup dengan biopsi hisap dengan menggunakan alat biopsi hisap noblett. Daerah yang diambil adalah ketiga zona dari pemeriksaan barium enema. Jangan mengambil sampel pada daerah 1 cm diatas linea dentata karena pada daerah itu normalnya tidak memiliki ganglion.


- Monometri :

Pemeriksaan ini dilakukan untuk lebih memastikan diagnosis hirschsprung diasease dengan tanda :

1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi

2. Tidak ada peristaltik pada segmen aganglionik

3. Tidak ada relaksasi spinkter ani interna.

Penatalaksanaan

Penanganan HD dilakukan dengan 2 tahap :

1. Dekompresi

Tujuan dekompresi ini adalah :

- Mengatasi obstruksi usus untuk mengurangi distensi abdomen

- Mencegah komplikasi

- Mengecilkan bagian usus yang melebar untuk memudahkan operasi karena usus yang melebar dapat menutupi lapangan operasi dan menyulitkan anatomose saat operasi definitif.

Dekompresi dapat dilakukan dengan cara :

- Wash out dengan bilasan NaCl kedalam rektum dan dilakukan 2 kali sehari.

- Kolostomi jika dengan wash out tidak dapat mengatasi distensi abdomen.


2. Operasi Definitif (pull through)

Prinsip pull through adalah mendekatkan kolon yang ganglionik ke anus.

Tujuan operasi definitif ini adalah mengembalikan fungsi anorektal menjadi normal atau mendekati normal yaitu agar pasien dapat menahan defekasi hingga diperoleh tempat dan waktu yang tepat untuk defekasi.

Ada 4 macam prosedur yang dapat dilakukan :

1. Prosedur swenson (pertama kali dilakukan ditahun 1946) dengan cara rektosigmoidektomi.

2. Prosedur Duhamel (pertama kali dilakukan ditahun 1956) dengan cara retrorektal.

3. Prosedur Soave (ditahun 1966) dengan cara endorektal ekstramukosa.

4. Metode Rehbein dengan tehnik deep anterior resektion.

Komplikasi dari operasi :

1. Kebocoran anastomose yang berakibat abses dan peritonitis

2. Stenosis otot usus yang berakibat distensi abdomen berulang

3. Enterokolitis

4. Gangguan fungsi spinkter ani yang berakibat inkontinensia alvi



2 komentar:

Anonim mengatakan...

ni cilbut sapa yah?
angkatan berapa?
kamu di smp 6 dulu toh?
waah.. penyakit ini bahaya banget yah! kasian bayi klo kena penyakit ini, pasti susah urusnya tuh!
apa gk ada langkah pencegahan bwt penyakit ini?

Salam Kenal
Rina..

Anonim mengatakan...

Lucky Club Casino Site - LuckyClub
Lucky Club Casino is one of the top online casinos owned by the group Casumo Casinos. Lucky Club is owned and operated by Casumo Entertainment  luckyclub.live Rating: 4 · ‎17 votes · ‎Free · ‎Android · ‎Game